Sesukses William Shakespeare
Ini adalah postingan lama dari blog lamaku. Pas SMA, aku disuruh bikin cerpen buat tugas bahasa Indonesia.. dan beginilah ceritanya...
Hari ini hari minggu. Aku senang hari ini tidak perlu bangun pagi
untuk siap-siap sekolah. Tapi ternyata aku salah, ibu membuka pintu kamarku dan
segera mendekatiku.
“keluar sana ,
hari ini hari minggu yang cerah, kamu gak
bosen tiap hari cuma lihat langit-langit kamarmu dan suasana kamarmu yang
seperti baru saja terjadi perang antara kucing dan ayam milik tetangga sebelah?”
Mendengar ucapan Ibu tadi, dengan muka perpaduan antara atlet tinju
yang dipukuli habis-habisan dan atlet ubercup yang menangis tiga hari tiga
malam karena kalah di final, aku pun bergegas ke kamarmandi.
Tidak ingin merusak hari ini, aku berusaha mengawali hari minggu
yang cerah ini dengan memaksakan diri bangun pagi-pagi untuk olahraga. Tunggu, saat
ini langit belum terlihat cerah, bahkan aku belum melihat matahari memamerkan
sinarnya. Sinar yang membuat sebagian wanita rela mengeluarkan biaya besar
hanya untuk melawannya. Jika ditanya apa aku termasuk dari sebagian wanita itu,
jawabannya ya. Dan bila suatu saat diadakan sensus penduduk yang menghitung
seberapa besar jumlah penduduk Indonesia
yang kekurangan vitamin D, mungkin aku akan menjadi salah satu diantara yang
terparah.
Dengan gaya
ala pragawati yang berjalan di catwalk bercampur
hantu suster ngesot, aku berlarian mengelilingi komplex rumahku. Untung saja
komplex rumahku kecil, jadi aku hanya jogging selama sepuluh menit saja.
Sesampainya di rumah, aku berharap akan ada segelas es jeruk menanti
di meja makan setelah kerja kerasku menambah ke-ausan sepatu olahragaku. Tapi
aku baru ingat, ternyata aku masih batuk. Akhirnya ku urungkan niatku untuk
mengkonsumsi balok es sebesar biji jagung yang ada di freezer.
Aku duduk di ruang televisi dan menonton kartun. Klasik.
Yang aku tonton sebuah judul kartun yang dari dulu hingga sekarang tetap
berjaya dan belum juga tamat. Doraemon. Aku gak suka kartun itu, soalnya secara
garis besar yang diceritakan itu monotone. Tapi namanya juga anak kecil yang
masih polos, aku dapat dengan mudahnya di tipu oleh stasiun televisi. Disela-sela
acaraku menonton doraemon, aku mendengar suara seperti monster danau lochness yang sedang menyanyi lagu yen ing tawang ono lintang. Ribut sekali
suara itu. Ternyata itu suara cacing-cacing diperutku yang sedang protes
meminta untuk diberi makan. Dan sebagai peternak cacing yang baik hati, aku
segera mengambil jutaan butir nasi yang ada di magicjar. Aku pun segera sarapan.
Seusai sarapan, aku ingat aku ada janji
mengerjakan tugas bahasa jawa tentang wayang dengan Vania. Aku bergegas
mengambil handphone ku dan mengirimi dia sms:
”Jadi gak ngerjain bahasa jawa nya ?”
”Soalnya aku mau ada acara ..”
Menit demi menit berlalu, tapi dia tidak
merespon sms ku . jarum jam pendek hampir menunjuk angka sepuluh. Akhirnya
datang juga balasan dari nya. Dengan bahasa yang asal- asalan di berkata :
”Tangi turu aku ..”
”Lha piye ?”
”Kamu gak bisa ?”
”Ya wes, senen bae nang umahku ..”
Ooo, ternyata jam segitu dia belum bangun. Lain
kali aku akan menelpon dia saja, hitung-hitung sekalian aku mengganggu tidurnya
yang seperti kebo itu.Tapi aku baru
menyadari bahwa tenyata aku gak jadi diajak pergi, malah ditinggal sendirian
dirumah. Waktu-waktu yang kulalui setelah itu sangat standar dan monotone.
Hanya menonton televisi, dan bermalas-malasan saja. Yah, namanya juga orang jawa,
alon-alon waton kelakon.
Akhirnya aku merasa bosan dan melihat ada tumpukan
kertas. Aku mendekati tumpukan kertas itu penuh harapan. Dengan perlahan aku
buka tumpukan itu dan menyadari bahwa itu adalah sebuah koran, Kompas hari
minggu. Akhirnya aku mendapat
hiburan lain. Dengan semangat ala pejuang perang yang berlari menghindari bom
sambil mencari kamar mandi umum untuk segera buang air, aku sama semangatnya
mencari halaman favoritku. Bagian teka-teki silang. Namun setelah aku mencoba
mengisi TTS itu, aku menyadari bahwa ternyata tidak semudah dimana saat aku
mengisi TTS di majalah KUNTUM yang seringkali tidak bonafit. Dengan tekad yang
sudah bulat sebulat butiran telur, aku berhenti mengisi dan kembali ke
rutinitas awal yaitu menonton televisi.
Tak lama setelah itu, ibuku datang dan membawa
sebuah tas yang ternyata isinya adalah foto-foto ku pada saat kecil. Aku tidak
sabar melihatnya, pasti kulitku putih, terlihat bersih dan imut sekali. Tapi
ternyata fakta yang terjadik di lapangan adalah kulitku seperti anak seorang
petani yang dari kecil membantu orang tuanya menanam padi di sawah. Tak lupa dibalut
dengan pakaian khas kiorban mode. Yaitu kembar. Mungkin ada sekitar tiga setel pakaian milikku dan
kakak perempuanku yang sama persis. Seperti kami datang dari sebuah panti-asuhan yang sedang mengadakan piknik
amal. Jika aku menjadi orang lain, Aku akan pura-pura tidak kenal dengan kedua
anak kecil itu. Dari tadi yang aku pikirkan saat melihat foto-foto ini hanyalah
kata JADUL. Karena memang semuanya jadul. Dari model rambut, pakaian,
orang-orang disekitarnya, hingga kameranya.
Bunyi sms pun terdengar. Saat aku membukanya
ternyata hanyalah sms iseng seseorang yang membicarakan tentang isu kartu Axis yang katanya kartu keramat dan
telah menelan korban. Ternyata hantu zaman sekarang canggih, bisa main sms.
Pasti dia juga yang menyumbang sebagian dari global warming yang terjadi baru-baru ini. Aku hanya mengacuhkan
isi pesan itu dan kembali dengan kesibukanku tadi.
Adzan isya pun berkumandang, aku segera sholat karena
ingin menonton final thomas cup antara china dan korea. Aku menjagokan china.
Sementara itu temanku bertaruh menjagokan korea. Kami pun bersaing. Lagi-lagi
acaraku terhenti karena ada sebuah sms yang memberitakan kabar buruk. Ternyata
pengirimnya adalah Devi.
”Udah pada selesei buat apa belum?”
”Pada banyak gak ?”
”Cerpen ato novel ya ?”
Seketika aku pun tersentak. “Aduh, aku lupa bikin
tugas cerpen bahasa Indonesia !”
Malasnya aku, aku masih saja menunggu jam delapan
untuk mulai menyalakan komputer dan mulai mengetik. Hampir tiga puluh menit
berlalu, belum ada ide yang muncul. Akhirnya sebuah pertanyaan terlintas.
”Gimana caranya bikin cerpen ?”
Ternyata pertanyaan itu curang, karena datangnya
keroyokan. Akhirnya teman-temannya pun menyusul.
”Awalannya gimana coba ?”
”Terus, gimana ngatur halamannya ?”
”Temanya apaan ya ?”
Akhirnya aku memutuskan menulis apa yang aku
lakukan pada hari ini. Yah walaupun sebagian ada yang di lebih-lebihkan. Dan
selesai juga cerpen ku .
Kurasa, siapapun, bagaimanapun hinanya seseorang yang membaca ini semua pasti akan berpikir: anak ini akan sesukses wiliam shakespeare *susah nulis nama nya* sekian----
Kurasa, siapapun, bagaimanapun hinanya seseorang yang membaca ini semua pasti akan berpikir: anak ini akan sesukses wiliam shakespeare *susah nulis nama nya* sekian----
Comments
Post a Comment